BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang pembaca
mula-mula
Pembaca
mula-mula Injil matius ini adalah jemaat yang berlatar belakang orang Yahudi
yang berbahasa Yunani. Komunitas pembaca mula-mula dari Injil ini adalah
orang—orang Yahudi yang telah menerima Yesus dalam kehidupan mereka. Sekalipun
mereka telah menerima Yesus Kristus akan tetapi mereka masih memelihara hukum
Taurat dengan masih tetap setia melaksanakan dan memelihara hari sabat dan juga
hukum-hukum yang lainnya. Mereka juga masih mengakui para ahli-ahli taurat dan
masih menerapkan kepercayaan tentang kenajisan dan ketahiran seorang Yahudi.
Sekalipun jemaat ini adalah berlatar
belakang orang-orang Yahudi dan mereka masih memelihara hukum Taurat dengan
setia mereka sudah mulai terbuka terhadap bangsa lain contohnya bangsa Yunani,
Persia, Mesopotamia, dll. Muncul suatu ketagangan di Antara orang
Kristen-Yahudi dan non-Yahudi. Karena pada waktu muncul pemahaman
Partikuralistis yang berpendapat bahwa hanya kelompok tertentulah yang akan
diselamatkan, yaitu orang Yahudi saja. Dan pemahaman dari orang Kristen
non-Yahudi adalah bahwa keselamatan datang bukan hanya untuk kelompok tertentu
saja atau suatu komunitas, akan tetapi untuk seluruh dunia, tidak terfokus pada
bangsa Israel saja.
Para pembaca mula-mula dari kitab
Injil Matius ini berada di Palestina bagian utara disebuah propinsi Siria, dan
jemaat pembaca mula-mula kitab Injil ini berada di ibukota Siria yaitu
Anthiokhia Siria. Sebelum jemaat di Anthiokia ini menerima Injil Matius mereka
sebelumnya sudah mengenal Injil dari rasul Paulus oleh pengabaran yang Paulus
lakukan di kota Anthiokhia. Menurut para ahli Antiokhia adalah markas
penginjilan dari Paulus dan rekan-rekan sekerjanya (bahan kuliah Hermeneutik Perjanjian Baru II, Dosen
Pdt. Dr. Victor Merentek, tanggal 20 Maret 2015 dan 27 Maret 2015)
I.1.1 Perbandingan Latar Belakang
dengan Buku Pengantar Perjanjian Baru
Pengarang dari Injil mantius ini menurut tradisi gereja
suda berabad-abada lamanya menunjukkan seseorang selaku pengarang Injil ini,
yakni Matius, rasul, bekas pemungut cukai, yang disebut juga lewi (Mat. 9:9;
10:3). Dan sedikit sekali terdapat bahan-bahan tentang waktu Injil ini
dikarang. Hanya ada beberapa perkiraan bahwa Injil ini dikarang sebelum tahun
100. Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani dan dipercaya Injil ini tertuju ke
Antiokhia (Drs. M.E Duyberman,
Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, hal 47-49)
Injil
ni sampai kepada kita dengan tidak beridentitas, tetapi menurut dari suatu
tradisi Gereja mula-mula, pengarangnya adalah matius, salah satu dari
keduabelas murid. Akan tetapi pengarang tetap tidak kita kenal sama sekali.
Namun, sulit kita untuk mengatakan bahwa Injil ini ditulis hanya untuk
sekelompok saja, karena Injil ini lebih ditujukan kepada Gereja, dan mungkin sekali
penyuntingannya dilakukan seseorang, yang tak dapat lagi kita telusuri. Tetapi
jelaslah ia bukanlah seorang saksi mata dari kehidupan Yesus.
Kitab Injil Matius mungkin ditulis
pada tahun 80an di abad pertama. Mengenai tempatnya, kemungkinan satu-satunya
adalah suatu wilayah Kristen Yahudi, dan kemungkinan di suatu tempat di Siria.
Dapat dipahami bahwa Injil ini berasal di Pela, yang terdapat di daerah sebelah
timur Yordan. (Willi Marxsen, Pengatar
Perjanjian Baru, hal 183-184)
I.2
Perumusan tentang isi pokok
perikop
Apapun
yang kamu kehendaki agar supaya orang lain perbuat kepadamu, maka perbuatlah
demikian juga kepada orang lain demikian.
Pintu yang sesak tidaklah selalu berujung jalan yang buntu akan tetapi
jalan yang sempit menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.
Berjaga-jagalah kepada nabi-nabi palsu yang hanya dalam kehidupannya tidak
menerapkan apa yang ia beritakan, karena pemberitaan kita dapat dilihat dari
buah yang tercermin dari perbuatan dan perilaku kita sehari-hari. Bukanlah
orang yang berseru kepada Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, akan tetapi
barang siapa yang menerapkan Firman Tuhan.
BAB
II
ISI
II.2 Tafsiran Matius
7:12-23
II.2.1 Ayat 12
Bagian dalam ayat ini barangkali merupakan hal yang
terkenal dan universal yang dilakukan oleh Yesus. Dengan perintah ini, maka
Khotbah di Bukit mencapai puncaknya. Ucapan yang disebutkan dalam ayat ini
adalah puncak dari seluruh etika sosial dan merupakan ajaran etis yang paling
kekal. Ajaran ini adalah ajaran yang baru, sekaligus merupakan pandangan yang
baru pula tentang hidup dan kewajiban kehidupan. Di dalam ajaran Yahudi, banyak
sekali peraturan-peraturan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat negatif yang
biasa menggunakan kata “jangan”. Tetapi dalam bagian ini, Yesus
mengungkapkannya dalam bentuk kalimat positif. Ajaran yang menjadi dasar
kehidupan etis itu selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat negatif. Hanya Yesus
yang menyatakannya dalam bentuk positif seperti yang ada dalam bagian ini.
Banyak orang yang mengatakan: “Janganlah engkau perbuat terhadap orang-orang
lain apa yang tidak engkau kehendaki orang lain perbuat terhadap dirimu.”
Tetapi hanya Yesus yang mengatakan: “Lakukanlah kepada orang-orang lain hal-hal
yang engkau sendiri inginkan orang lain tersebut melakukannya terhadap dirimu.”
Perbedaan pengkalimatan di
sini memberikan suasana yang berbeda. Bentuk yang diucapkan dengan kalimat
negatif lebih mengarah kepada suatu aturan atau larangan untuk melakukan
hal-hal tertentu saja. Setiap orang bisa saja tidak pernah melakukan kerugian
terhadap orang lain, namun ia tetap merupakan orang yang tak berguna bagi
sesamanya. Setiap orang dapat memenuhi aturan yang diungkapkan secara negatif
seperti ini tetapi hanya sebagai bentuk memuaskan atau mengikuti aturan yang
ada sehingga ia tidak berbuat apa-apa sama sekali. Karena ketika seseorang
tidak melakukan apa-apa, ia tidak akan pernah melanggar aturan itu. Sebaliknya
ketika ajaran atau perintah ini diungkapkan secara positif, maka kita akan
mendapatkan hal yang baru. Kalau kita secara aktif disuruh untuk berbuat baik
terhadap sesama kita seperti yang kita inginkan mereka perbuat terhadap diri
kita, maka kita diperhadapkan dengan satu prinsip hidup yang baru dengan sesama
kita. (William
Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 444-452)
Bagian ini termasuk dalam
Khotbah di Bukit dan di dalam Khotbah di Bukit selalu dibicarakan hubungan kita
dengan Tuhan dan sesama manusia. Ungkapan Tuhan Yesus di dalam ayat 12 ini
biasanya disebut sebagai peraturan emas. Yesus menambahakan bahwa peraturan
emas ini adalah initisari dari hukum Taurat dan kitab para nabi di dalam
Perjanjian Lama. Dengan demikian, sekali lagi ditekankan bahwa Yesus tidak
datang untuk meniadakan Hukum Taurat dan kitab para nabi. ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 124)
II.2.2
Ayat 13-14
Di dalam bagian ini, Yesus memperhadapkan manusia
dengan pilihan. Ada jalan yang luas dan lebar, dan banyak orang yang masuk
melaluinya, namun berakhir pada kehancuran. Bersamaan dengan itu ada jalan yang
lain yang sesak dan sempit dan sedikit saja orang yang melaluinya meskipun
berakhir pada kehidupan. (William
Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 454)
Dalam ayat ini dimulailah
apa yang disebut dengan “peringatan penutup” dalam Khotbah di Bukit. Dalam ayat
13, Yesus mengungkapkan dua perumpamaan tentang “jalan yang luas dan sempit”
dan tentang “pintu yang lebar dan yang sesak”. Kedua perunpamaan ini
sesungguhnya adalah perumpamaan kembar, yaitu dua perumpamaan dengan memiliki
arti yang sama. Maksud Yesus dalam kedua perumpamaan itu ialah bahwa hal
mengikut Yesus dan menaati Dia bukanlah suatu hal yang gampang. Tuhan Yesus
mengajak dengan sangat untuk masuk melalui pintu gerbang yang sesak dan
berjalan di jalan yang sempit, oleh karena pintu dan jalan tersebut merupakan suatu
arah untuk mencapai suatu kehidupan yaitu kehidupan yang kekal. Ketika Yesus
mengatakan bahwa sedikit orang yang mendapati jalan yang sempit itu, Ia ingin
pula kembali mengingatkan bahwa jalan menuju kepada kehidupan dan kepada
Kristus bukanlah suatu hal yang gampang dan mudah karena seperti yang
dituliskan bahwa hanya sedikit yang bisa mendapatinya berarti pula aka nada
hal-hal yang menyulitkan ketika melewati jalan tersebut. Tetapi yang mungkin
pula ingin digaris-bawahi oleh Yesus yaitu bahwa berjalan di jalan yang sempit
atau di jalan yang baik adalah karunia dari Tuhan. ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 124-125)
II.2.3
Ayat 15-20
Di dalam bagian ini terdapat peringatan tentang adanya
nabi-nabi palsu. Tidak mengherankan jikalau
Yesus
memperingatkan tentang para nabi palsu itu, karena dalam “Khotbah di
Bukit” berulang-ulang disebutkan mengenai Taurat dan kitab para nabi. Dan
justru ketika diberitakan tentang nabi-nabi yang benar di situ juga pasti ada
nabi yang palsu. Para pemimpin dan nabi palsu dalam bagian ini disebut dengan
sebutan serigala. Yesus mengatakan, bahwa para nabi palsu adalah seperti
serigala-serigala berkedok domba. Pada zaman dahulu para nabi mempunyai pakaian
khusus. Hanya dengan melihat pakaiannya saja setiap orang dapat membedakan para
nabi dan orang-orang lain. Tetapi kadang-kadang pakaian tersebut dipakai juga
oleh orang-orang yang tidak berhak. Jadi ada juga orang-orang yang memakai
jubah nabi, namun tidak menjalankan tugas dan kehidupan nabi yang sebenarnya.
Pada zaman dahulu banyak
nabi palsu, demikian juga zaman Perjanjian Baru. Kitab Injil Matius ditulis
kira-kira pada tahun 85 Masehi. Pada waktu itu jabatan nabi masih merupakan
jabatan resmi yang ada di gereja. Pada waktu itu terdapat banyak orang yang
meninggalkan segala sesuatu miliknya, lalu berkeliling dan menyampaikan berita
yang berasal dari Allah. Setiap nabi yang mengajarkan kebenaran, namun ia
sendiri tidak memberlakukan ajarannya tersebut di dalam hidupnya, maka ia
adalah nabi palsu. Dituliskan bahwa dari buahnyalah atau hasilnya akan mengenal
mereka. Nabi palsu dan nabi sejati itu dapat diketahui dari sifat dan tingkah
lakunya. (William
Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 458-462)
Dalam ayat 16-20 disebutkan
mengenai pohon juga buah-buahnya. “Buah-buah mereka” yaitu mengarah kepada cara
hidup mereka mungkin cara hidup para nabi palsu. Apakah mereka memperlihatkan
“buah-buah Roh Kudus” seperti kasih, damai sejahtera, kesetiaan dan penguasaan
diri, ataukah memperlihatkan suatu moral yang tidak baik? Setiap pohon dikenal
dari buahnya, buah anggur dan buah ara tidak dapat dipetik dari tumbuhan
berduri (mungkin yang dimaksudkan ialah suatu tumbuhan tertentu yang mempunyai
sedikit kesamaan dengan pokok anggur dan pohon ara). ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 128)
Di antara nabi sejati dan
nabi palsu memang mungkin ada persamaan-persamaan secara fisik. Nabi palsu
mengkin memakai pakaian kenabian dan mempergunakan bahasa yang juga dipakai
oleh para nabi sejati. Kesalahan utama dari para nabi palsu adalah adanya usaha
untuk mencari keuntungan bagi diri mereka sendiri. Gembala yang sejati akan
lebih memperhatikan ternak gembalaannya dibandingkan dengan kehidupan serta
keuntungan pribadinya. Para nabi palsu memang memberikan pengajaran. Tetapi
mereka melakukan itu bukan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain,
melainkan sebaliknya agar mereka memperoleh sesuatu dari orang lain tersebut. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil
Matius pasal 1-10, hal 462-464).
Dituliskan pula bahwa pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik dan
pohon yang tidak baik pula akan menghasilkan buah yang tidak baik. Para nabi
sejati akan menghasilkan atau membuahkan sesuatu yang baik dan para nabi palsu
akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik. Dan sesuatu yang tidak baik seperti
itu pasti ditebang dan dibuang ke api karena itu adalah hal yang tidak baik dan
tidak yang berguna.
II.2.4
Ayat 21-23
Walaupun dalam ketiga ayat ini nabi-nabi palsu masih
disebutkan, namun ketiga ayat ini bukan hanya membicarakan nabi-nabi palsu
saja, melainkan semua orang yang menyebutkan Tuhan Yesus sebagai “Tuhan”, tanpa
melaksanakan perintah-perintah Tuhan Yesus. Tidaklah cukup kalau kita
menyebutkan Yesus sebagai Tuhan kita, tetapi perlu kita melakukan kehendak-Nya
juga. Allah menilai kita menuurut perbuatan kita. Dalam ayat selanjutnya,
dikatakan bahwa pada hari yang terakhir akan
ada orang yang mengatakan
bahwa mereka sudah bernubuat dalam nama Yesus dan telah mengusir setan dengan
nama Tuhan Yesus dan telah mengadakan mujizat dengan nama Tuhan Yesus, namun
mereka tidak mengasihi sesamanya menurut petunjuk-petunjuk dari Khotbah di Bukit.
Oleh karena itu, Yesus yang bertindak sebagai hakim, berkata bahwa Ia tidak
mengenal mereka. ( Drs J.J
de Heer, Matius, hal 128-129)
Di dalam bagian ini terdapat
dua kebenaran yang tetap. Pertama, hanya ada satu jalan untuk membuktikan
kesungguh-sungguhan seseorang yaitu melalui tindakan dan perbuatannya yang
nyata. Kata-kata yang baik tidak pernah bisa mengganti perbuatan-perbuatan yang
baik. Kedua, hanya ada satu saja bukti kasih, yaitu ketaatan. Tidak ada gunanya
untuk mengatakan bahwa kita mengasihi seseorang, padahal perbuatan dan tingkah
laku kita menyakiti dan menghancurkan hati orang lain. Di dalam perikop ini
juga terdapat ide atau pengertian tentang hukuman. Dalam bagian ini terkandung
kepastian, bahwa hari pengadilan dan pertanggungjawaban akan datang. Ada orang
yang mungkin berhasil mempertahankan kepalsuannya untuk waktu yang lama. Namun,
saatnya pasti akan tiba, ketika semua kepalsuannya itu akan diungkapkan secara
terbuka. Kita bisa saja menipu orang lain dengan perkataan-perkataan kita,
tetapi kita tidak pernah bisa menipu Allah. Manusia sama sekali tidak bisa
menipu Allah yang mengetahui isi hatinya. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil
Matius pasal 1-10, hal 473-474).
BAB III
PENUTUP
III.1 Hubungan antara perikop
dengan pergumulan jemaat Anthiokia
Di
jemaat pembaca mula-mula pada waktu itu terjadi saling ketidak cocokkan antara
orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir, sekalipun orang Kristen Yahudi
sudah membuka diri untuk menerima orang-orang lain. Dalam perikop “Jalan yang
benar” berisi tentang pengajaran Yesus dalam Khotbah di bukit yang diangkat
oleh Matius yang ingin menekankan kepada jemaat pada waktu itu bahwa sekalipun
terdapat ketidak cocokkan antara mereka, mereka haruslah tetap saling menghormati
dan menghargai satu sama lain dan saling mengasihi. Dalam ajaran Yesus bahwa
apapun yang kamu kehendaki untuk terjadi kepada dirimu perbuatlah bagi orang
lain, yang memiliki tujuan agar orang Kristen Yahudi dan orang Kristen
non-Yahudi saling memperlakukan satu sama lain dengan baik
Matius 7:15-23 mencantumkan cerita
tentang Hal pengajaran yang sesat karena perikop ini berhubungan dengan
pergumulan atau permasalahan yang terjadi di dalam jemaat Antiokhia pada waktu
itu. Dalam buku De Heer, ia berpendapat bahwa mungkin pada waktu itu di
Antiokhia ada juga nabi-nabi palsu sehingga penulis juga mengangkat cerita
tentang khotbah Yesus di bukit tentang nabi-nabi palsu.di Siria juga terdapat
perbincangan menganai nabi-nabi yang baik dan nabi-nabi yang tidak baik yang
menyerukan tentang ajaran mereka. Dan juga orang-orang yang hanya menyerukan
nama Yesus akan tetapi dalam perbuatan mereka tidaklah mencerminkan bahwa
mereka adalah orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
III.2 Berita bagi pembaca mula-mula
Dalam
hidup orang Kristen di Siria pada waktu itu sekalipun mereka hidup dengan orang
yang berbeda latar belakang yaitu orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir
akan tetapi harus saling menghargai dan saling mengasihi karena terjadi
ketegangan antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir. Jika ingin
dikasihi oleh orang lain maka haruslah terlebih dahulu kita mengasihi orang
lain.
Orang Kristen yang ada di Siria
haruslah melihat nabi-nabi yang menyuarakan tentang ajaran karena mungkin
mereka adalah nabi-nabi palsu yang hanya menyerukan tentang kasih tetapi mereka
tidak menerapkan kasih. Orang Kristen di Anthiokia pada waktu itu dapat
membedakan nabi-nabi yang benar dan nabi-nabi yang tidak benar dengan melihat
buah-buah perbuatan yang mereka hasilkan.
Sekalipun seorang yang percaya
kepada Tuhan menyerukan nama-Nya akan tetapi tidak menerapkan Firman-Nya dalam
kehidupan, maka Allah tidak mengenal dia (ayat 20). Baiklah orang Kristen pada
waktu itu bukan hanya mengaku percaya dan mengimani Yesus Kristus akan tetapi
dalam hidup mereka sebagai orang yang percaya tidak menggambarkan bahwa mereka
adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus sendiri.
III.3 Berita bagi pembaca masa kini
Baiklah
kita sebagai orang Kristen masa kini saling menghargai dan saling menerapkan
kasih terhadap sesama kita manusia, sekalipun kita berbeda latar belakang
agama, suku bangsa, dan bahasa. Sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus
kita harus melalui jalan-jalan yang kadang kala tidaklah menyenangkan akan
tetapi jalan yang kita tempu jika kita tetap bersama Yesus maka jalan itu akan
menuntun kita kepada kehidupan yang kekal.
Dalam jaman modern saat ini sudah
banyak pengajaran yang menyimpang dengan ajaran Kristiani. Banyak orang-orang
yang menyerukan suara keTuhanan akan tetapi dengan maksud dan tujuan bukan
untuk memuliakan dan memberitakan Injil tetapi untuk mencari keuntungan belaka.
Nabi-nabi palsu jaman sekarang bukan hanya orang-orang yang memberitakan berita
yang lain dengan ajaran Kristiani akan tetapi, sekalipun orang-orang yang
menyampaikan tentang Injil sendiri dan tidak menerapkannya dalam kehidupannya
sehari-hari maka orang-orang itu dapat disebut para nabi palsu. Jika seorang
menyampaikan tentang sesuatu yang baik maka hal itu akan tercermin dari
perbuatannya dan perilakunya.
Sekalipun orang-orang yang
menyerukan nama Tuhan, menyembuhkan dalam nama Tuhan, mengusir setan dalam nama
Tuhan, dan membuat mujizat-mujizat dalam nama-Nya, akan tetapi Allah tidak
mengenal orang-orang yang hanya menyerukan nama-Nya saja dan tidak menerapkan
FirmanNya dalam kehidupannya. Baiklah kita sebagai orang Kristen jaman sekarang
tidak hanya menyerukan nama Tuhan, bersaksi bagi Tuhan dengan perkataan akan
tetapi haruslah kita mencerminkannya dalam hidup kita, agar supaya benar-benar
kita berbuah dalam Yesus Kristus.
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru (TB), Percetakan Lembaga
Alkitab Indonesia (LAI).
Barclay,
William. Pemahaman Alkitab setiap hari
Injil Matius pasal 1-10.
Jakarta. 2012. BPK Gunung Mulia
De Heer. J.J. Tafsiran
Alkitab Injil Matius. Jakarta. 1994. BPK Gunung Mulia
Duyverman
M.E. Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru.
Jakarta. 2013. BPK
Gunung
Mulia
Marxsen
Willi. Pengantar Perjanjian Baru.
Jakarta. 2014. BPK Gunung Mulia
Ajaran yang dibawa oleh Yesus
adalah ajaran yang disebut baru. Karena Yesus juga menyampaikan hukum tetapi
menggunakan kalimat positif (ayat 12), berbeda dengan ajaran-ajaran nabi-nabi
yang sering menggunakan kalimat negatif (jangan, jangan, dan jangan).
Pengarang injil ini adalah seorang
aktifis di Siria, sangat mungkin dia adalah peniri jemaat di Anthiokia. Yang
dilihat sebagai orang yang lain dari
murid Yesus.
Menggunakan kata “KERAJAAN SORGA”
karena tradisi Yahudi tentang tidak bisa menyebutkan nama Allah dengan
sembarangan jadi tidak bisa mengatakan “KERAJAAN ALLAH”.
Mengapa ajarang dalam Ayat 12 itu
dianggap baru ?
-
Karena
bagi anggota jemaat yang berlatar belakang Yahudi sesama manusia adalah adalah
sesama orang Yahudi (Israel), diluar Yahudi tidaklah dianggap sesama manusia.
(ayat ini membongkar pemikiran orang Yahudi yang menganggap bahwa orang Yahudi
yang mereka anggap sebagai sesama manusia. Dan di sini ditekankan bahwa sesama
manusia adalah semua manusia tidak terkecuali).
Dari ayat 12 ini dapat kita lihat
bahwa situasi jemaat di Anthikia yang masih berpengang teguh pada pendapat
partiklaristis. Untuk membongkar pemikiran tentang pemahaman “Sesama manusia”
menurut orang Yahudi.
Pemikiran tentang pemahaman sesama
jaman sekarang !!
Ajaran sesat yang dimaksudkan dalam
matius 7 adalah bukan ajaran yang mereka bawa akan tetapi dari ajaran cara
hidup dan apa yang mereka sampaikan.
Maitus menulis ini bukan hanya
untuk orng Kristen Yahudi akan tetapi untuk orang Kristen non-Yahudi juga atau
seluruh anggota jemaat Siria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar