Selasa, 12 Mei 2015

Hermeneutik Perjanjian Baru II (Tafsiran Matius 7:12-23)



BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang pembaca mula-mula
Pembaca mula-mula Injil matius ini adalah jemaat yang berlatar belakang orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Komunitas pembaca mula-mula dari Injil ini adalah orang—orang Yahudi yang telah menerima Yesus dalam kehidupan mereka. Sekalipun mereka telah menerima Yesus Kristus akan tetapi mereka masih memelihara hukum Taurat dengan masih tetap setia melaksanakan dan memelihara hari sabat dan juga hukum-hukum yang lainnya. Mereka juga masih mengakui para ahli-ahli taurat dan masih menerapkan kepercayaan tentang kenajisan dan ketahiran seorang Yahudi.

            Sekalipun jemaat ini adalah berlatar belakang orang-orang Yahudi dan mereka masih memelihara hukum Taurat dengan setia mereka sudah mulai terbuka terhadap bangsa lain contohnya bangsa Yunani, Persia, Mesopotamia, dll. Muncul suatu ketagangan di Antara orang Kristen-Yahudi dan non-Yahudi. Karena pada waktu muncul pemahaman Partikuralistis yang berpendapat bahwa hanya kelompok tertentulah yang akan diselamatkan, yaitu orang Yahudi saja. Dan pemahaman dari orang Kristen non-Yahudi adalah bahwa keselamatan datang bukan hanya untuk kelompok tertentu saja atau suatu komunitas, akan tetapi untuk seluruh dunia, tidak terfokus pada bangsa Israel saja.
            Para pembaca mula-mula dari kitab Injil Matius ini berada di Palestina bagian utara disebuah propinsi Siria, dan jemaat pembaca mula-mula kitab Injil ini berada di ibukota Siria yaitu Anthiokhia Siria. Sebelum jemaat di Anthiokia ini menerima Injil Matius mereka sebelumnya sudah mengenal Injil dari rasul Paulus oleh pengabaran yang Paulus lakukan di kota Anthiokhia. Menurut para ahli Antiokhia adalah markas penginjilan dari Paulus dan rekan-rekan sekerjanya (bahan kuliah Hermeneutik Perjanjian Baru II, Dosen Pdt. Dr. Victor Merentek, tanggal 20 Maret 2015 dan 27 Maret 2015)

I.1.1 Perbandingan Latar Belakang dengan Buku Pengantar Perjanjian Baru
                Pengarang  dari Injil mantius ini menurut tradisi gereja suda berabad-abada lamanya menunjukkan seseorang selaku pengarang Injil ini, yakni Matius, rasul, bekas pemungut cukai, yang disebut juga lewi (Mat. 9:9; 10:3). Dan sedikit sekali terdapat bahan-bahan tentang waktu Injil ini dikarang. Hanya ada beberapa perkiraan bahwa Injil ini dikarang sebelum tahun 100. Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani dan dipercaya Injil ini tertuju ke Antiokhia (Drs. M.E Duyberman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, hal 47-49)
                Injil ni sampai kepada kita dengan tidak beridentitas, tetapi menurut dari suatu tradisi Gereja mula-mula, pengarangnya adalah matius, salah satu dari keduabelas murid. Akan tetapi pengarang tetap tidak kita kenal sama sekali. Namun, sulit kita untuk mengatakan bahwa Injil ini ditulis hanya untuk sekelompok saja, karena Injil ini lebih ditujukan kepada Gereja, dan mungkin sekali penyuntingannya dilakukan seseorang, yang tak dapat lagi kita telusuri. Tetapi jelaslah ia bukanlah seorang saksi mata dari kehidupan Yesus.
            Kitab Injil Matius mungkin ditulis pada tahun 80an di abad pertama. Mengenai tempatnya, kemungkinan satu-satunya adalah suatu wilayah Kristen Yahudi, dan kemungkinan di suatu tempat di Siria. Dapat dipahami bahwa Injil ini berasal di Pela, yang terdapat di daerah sebelah timur Yordan. (Willi Marxsen, Pengatar Perjanjian Baru, hal 183-184)
I.2 Perumusan tentang isi pokok perikop
Apapun yang kamu kehendaki agar supaya orang lain perbuat kepadamu, maka perbuatlah demikian juga kepada orang lain demikian.  Pintu yang sesak tidaklah selalu berujung jalan yang buntu akan tetapi jalan yang sempit menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya. Berjaga-jagalah kepada nabi-nabi palsu yang hanya dalam kehidupannya tidak menerapkan apa yang ia beritakan, karena pemberitaan kita dapat dilihat dari buah yang tercermin dari perbuatan dan perilaku kita sehari-hari. Bukanlah orang yang berseru kepada Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, akan tetapi barang siapa yang menerapkan Firman Tuhan.
BAB II
ISI
II.2 Tafsiran Matius 7:12-23
II.2.1 Ayat 12
Bagian dalam ayat ini barangkali merupakan hal yang terkenal dan universal yang dilakukan oleh Yesus. Dengan perintah ini, maka Khotbah di Bukit mencapai puncaknya. Ucapan yang disebutkan dalam ayat ini adalah puncak dari seluruh etika sosial dan merupakan ajaran etis yang paling kekal. Ajaran ini adalah ajaran yang baru, sekaligus merupakan pandangan yang baru pula tentang hidup dan kewajiban kehidupan. Di dalam ajaran Yahudi, banyak sekali peraturan-peraturan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat negatif yang biasa menggunakan kata “jangan”. Tetapi dalam bagian ini, Yesus mengungkapkannya dalam bentuk kalimat positif. Ajaran yang menjadi dasar kehidupan etis itu selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat negatif. Hanya Yesus yang menyatakannya dalam bentuk positif seperti yang ada dalam bagian ini. Banyak orang yang mengatakan: “Janganlah engkau perbuat terhadap orang-orang lain apa yang tidak engkau kehendaki orang lain perbuat terhadap dirimu.” Tetapi hanya Yesus yang mengatakan: “Lakukanlah kepada orang-orang lain hal-hal yang engkau sendiri inginkan orang lain tersebut melakukannya terhadap dirimu.”
Perbedaan pengkalimatan di sini memberikan suasana yang berbeda. Bentuk yang diucapkan dengan kalimat negatif lebih mengarah kepada suatu aturan atau larangan untuk melakukan hal-hal tertentu saja. Setiap orang bisa saja tidak pernah melakukan kerugian terhadap orang lain, namun ia tetap merupakan orang yang tak berguna bagi sesamanya. Setiap orang dapat memenuhi aturan yang diungkapkan secara negatif seperti ini tetapi hanya sebagai bentuk memuaskan atau mengikuti aturan yang ada sehingga ia tidak berbuat apa-apa sama sekali. Karena ketika seseorang tidak melakukan apa-apa, ia tidak akan pernah melanggar aturan itu. Sebaliknya ketika ajaran atau perintah ini diungkapkan secara positif, maka kita akan mendapatkan hal yang baru. Kalau kita secara aktif disuruh untuk berbuat baik terhadap sesama kita seperti yang kita inginkan mereka perbuat terhadap diri kita, maka kita diperhadapkan dengan satu prinsip hidup yang baru dengan sesama kita. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 444-452)
Bagian ini termasuk dalam Khotbah di Bukit dan di dalam Khotbah di Bukit selalu dibicarakan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama manusia. Ungkapan Tuhan Yesus di dalam ayat 12 ini biasanya disebut sebagai peraturan emas. Yesus menambahakan bahwa peraturan emas ini adalah initisari dari hukum Taurat dan kitab para nabi di dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian, sekali lagi ditekankan bahwa Yesus tidak datang untuk meniadakan Hukum Taurat dan kitab para nabi. ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 124)
II.2.2 Ayat 13-14
Di dalam bagian ini, Yesus memperhadapkan manusia dengan pilihan. Ada jalan yang luas dan lebar, dan banyak orang yang masuk melaluinya, namun berakhir pada kehancuran. Bersamaan dengan itu ada jalan yang lain yang sesak dan sempit dan sedikit saja orang yang melaluinya meskipun berakhir pada kehidupan. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 454)
Dalam ayat ini dimulailah apa yang disebut dengan “peringatan penutup” dalam Khotbah di Bukit. Dalam ayat 13, Yesus mengungkapkan dua perumpamaan tentang “jalan yang luas dan sempit” dan tentang “pintu yang lebar dan yang sesak”. Kedua perunpamaan ini sesungguhnya adalah perumpamaan kembar, yaitu dua perumpamaan dengan memiliki arti yang sama. Maksud Yesus dalam kedua perumpamaan itu ialah bahwa hal mengikut Yesus dan menaati Dia bukanlah suatu hal yang gampang. Tuhan Yesus mengajak dengan sangat untuk masuk melalui pintu gerbang yang sesak dan berjalan di jalan yang sempit, oleh karena pintu dan jalan tersebut merupakan suatu arah untuk mencapai suatu kehidupan yaitu kehidupan yang kekal. Ketika Yesus mengatakan bahwa sedikit orang yang mendapati jalan yang sempit itu, Ia ingin pula kembali mengingatkan bahwa jalan menuju kepada kehidupan dan kepada Kristus bukanlah suatu hal yang gampang dan mudah karena seperti yang dituliskan bahwa hanya sedikit yang bisa mendapatinya berarti pula aka nada hal-hal yang menyulitkan ketika melewati jalan tersebut. Tetapi yang mungkin pula ingin digaris-bawahi oleh Yesus yaitu bahwa berjalan di jalan yang sempit atau di jalan yang baik adalah karunia dari Tuhan. ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 124-125)
II.2.3 Ayat 15-20
Di dalam bagian ini terdapat peringatan tentang adanya nabi-nabi palsu. Tidak mengherankan jikalau Yesus memperingatkan tentang  para nabi palsu itu, karena dalam “Khotbah di Bukit” berulang-ulang disebutkan mengenai Taurat dan kitab para nabi. Dan justru ketika diberitakan tentang nabi-nabi yang benar di situ juga pasti ada nabi yang palsu. Para pemimpin dan nabi palsu dalam bagian ini disebut dengan sebutan serigala. Yesus mengatakan, bahwa para nabi palsu adalah seperti serigala-serigala berkedok domba. Pada zaman dahulu para nabi mempunyai pakaian khusus. Hanya dengan melihat pakaiannya saja setiap orang dapat membedakan para nabi dan orang-orang lain. Tetapi kadang-kadang pakaian tersebut dipakai juga oleh orang-orang yang tidak berhak. Jadi ada juga orang-orang yang memakai jubah nabi, namun tidak menjalankan tugas dan kehidupan nabi yang sebenarnya.
Pada zaman dahulu banyak nabi palsu, demikian juga zaman Perjanjian Baru. Kitab Injil Matius ditulis kira-kira pada tahun 85 Masehi. Pada waktu itu jabatan nabi masih merupakan jabatan resmi yang ada di gereja. Pada waktu itu terdapat banyak orang yang meninggalkan segala sesuatu miliknya, lalu berkeliling dan menyampaikan berita yang berasal dari Allah. Setiap nabi yang mengajarkan kebenaran, namun ia sendiri tidak memberlakukan ajarannya tersebut di dalam hidupnya, maka ia adalah nabi palsu. Dituliskan bahwa dari buahnyalah atau hasilnya akan mengenal mereka. Nabi palsu dan nabi sejati itu dapat diketahui dari sifat dan tingkah lakunya. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 458-462)
Dalam ayat 16-20 disebutkan mengenai pohon juga buah-buahnya. “Buah-buah mereka” yaitu mengarah kepada cara hidup mereka mungkin cara hidup para nabi palsu. Apakah mereka memperlihatkan “buah-buah Roh Kudus” seperti kasih, damai sejahtera, kesetiaan dan penguasaan diri, ataukah memperlihatkan suatu moral yang tidak baik? Setiap pohon dikenal dari buahnya, buah anggur dan buah ara tidak dapat dipetik dari tumbuhan berduri (mungkin yang dimaksudkan ialah suatu tumbuhan tertentu yang mempunyai sedikit kesamaan dengan pokok anggur dan pohon ara). ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 128)
Di antara nabi sejati dan nabi palsu memang mungkin ada persamaan-persamaan secara fisik. Nabi palsu mengkin memakai pakaian kenabian dan mempergunakan bahasa yang juga dipakai oleh para nabi sejati. Kesalahan utama dari para nabi palsu adalah adanya usaha untuk mencari keuntungan bagi diri mereka sendiri. Gembala yang sejati akan lebih memperhatikan ternak gembalaannya dibandingkan dengan kehidupan serta keuntungan pribadinya. Para nabi palsu memang memberikan pengajaran. Tetapi mereka melakukan itu bukan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, melainkan sebaliknya agar mereka memperoleh sesuatu dari orang lain tersebut. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 462-464). Dituliskan pula bahwa pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik dan pohon yang tidak baik pula akan menghasilkan buah yang tidak baik. Para nabi sejati akan menghasilkan atau membuahkan sesuatu yang baik dan para nabi palsu akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik. Dan sesuatu yang tidak baik seperti itu pasti ditebang dan dibuang ke api karena itu adalah hal yang tidak baik dan tidak yang berguna.
II.2.4 Ayat 21-23
Walaupun dalam ketiga ayat ini nabi-nabi palsu masih disebutkan, namun ketiga ayat ini bukan hanya membicarakan nabi-nabi palsu saja, melainkan semua orang yang menyebutkan Tuhan Yesus sebagai “Tuhan”, tanpa melaksanakan perintah-perintah Tuhan Yesus. Tidaklah cukup kalau kita menyebutkan Yesus sebagai Tuhan kita, tetapi perlu kita melakukan kehendak-Nya juga. Allah menilai kita menuurut perbuatan kita. Dalam ayat selanjutnya, dikatakan bahwa pada hari yang terakhir akan ada orang yang mengatakan bahwa mereka sudah bernubuat dalam nama Yesus dan telah mengusir setan dengan nama Tuhan Yesus dan telah mengadakan mujizat dengan nama Tuhan Yesus, namun mereka tidak mengasihi sesamanya menurut petunjuk-petunjuk dari Khotbah di Bukit. Oleh karena itu, Yesus yang bertindak sebagai hakim, berkata bahwa Ia tidak mengenal mereka. ( Drs J.J de Heer, Matius, hal 128-129)
Di dalam bagian ini terdapat dua kebenaran yang tetap. Pertama, hanya ada satu jalan untuk membuktikan kesungguh-sungguhan seseorang yaitu melalui tindakan dan perbuatannya yang nyata. Kata-kata yang baik tidak pernah bisa mengganti perbuatan-perbuatan yang baik. Kedua, hanya ada satu saja bukti kasih, yaitu ketaatan. Tidak ada gunanya untuk mengatakan bahwa kita mengasihi seseorang, padahal perbuatan dan tingkah laku kita menyakiti dan menghancurkan hati orang lain. Di dalam perikop ini juga terdapat ide atau pengertian tentang hukuman. Dalam bagian ini terkandung kepastian, bahwa hari pengadilan dan pertanggungjawaban akan datang. Ada orang yang mungkin berhasil mempertahankan kepalsuannya untuk waktu yang lama. Namun, saatnya pasti akan tiba, ketika semua kepalsuannya itu akan diungkapkan secara terbuka. Kita bisa saja menipu orang lain dengan perkataan-perkataan kita, tetapi kita tidak pernah bisa menipu Allah. Manusia sama sekali tidak bisa menipu Allah yang mengetahui isi hatinya. (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10, hal 473-474).














BAB III
PENUTUP
III.1 Hubungan antara perikop dengan pergumulan jemaat Anthiokia
Di jemaat pembaca mula-mula pada waktu itu terjadi saling ketidak cocokkan antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir, sekalipun orang Kristen Yahudi sudah membuka diri untuk menerima orang-orang lain. Dalam perikop “Jalan yang benar” berisi tentang pengajaran Yesus dalam Khotbah di bukit yang diangkat oleh Matius yang ingin menekankan kepada jemaat pada waktu itu bahwa sekalipun terdapat ketidak cocokkan antara mereka, mereka haruslah tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lain dan saling mengasihi. Dalam ajaran Yesus bahwa apapun yang kamu kehendaki untuk terjadi kepada dirimu perbuatlah bagi orang lain, yang memiliki tujuan agar orang Kristen Yahudi dan orang Kristen non-Yahudi saling memperlakukan satu sama lain dengan baik
            Matius 7:15-23 mencantumkan cerita tentang Hal pengajaran yang sesat karena perikop ini berhubungan dengan pergumulan atau permasalahan yang terjadi di dalam jemaat Antiokhia pada waktu itu. Dalam buku De Heer, ia berpendapat bahwa mungkin pada waktu itu di Antiokhia ada juga nabi-nabi palsu sehingga penulis juga mengangkat cerita tentang khotbah Yesus di bukit tentang nabi-nabi palsu.di Siria juga terdapat perbincangan menganai nabi-nabi yang baik dan nabi-nabi yang tidak baik yang menyerukan tentang ajaran mereka. Dan juga orang-orang yang hanya menyerukan nama Yesus akan tetapi dalam perbuatan mereka tidaklah mencerminkan bahwa mereka adalah orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
III.2 Berita bagi pembaca mula-mula
Dalam hidup orang Kristen di Siria pada waktu itu sekalipun mereka hidup dengan orang yang berbeda latar belakang yaitu orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir akan tetapi harus saling menghargai dan saling mengasihi karena terjadi ketegangan antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir. Jika ingin dikasihi oleh orang lain maka haruslah terlebih dahulu kita mengasihi orang lain.
            Orang Kristen yang ada di Siria haruslah melihat nabi-nabi yang menyuarakan tentang ajaran karena mungkin mereka adalah nabi-nabi palsu yang hanya menyerukan tentang kasih tetapi mereka tidak menerapkan kasih. Orang Kristen di Anthiokia pada waktu itu dapat membedakan nabi-nabi yang benar dan nabi-nabi yang tidak benar dengan melihat buah-buah perbuatan yang mereka hasilkan.
            Sekalipun seorang yang percaya kepada Tuhan menyerukan nama-Nya akan tetapi tidak menerapkan Firman-Nya dalam kehidupan, maka Allah tidak mengenal dia (ayat 20). Baiklah orang Kristen pada waktu itu bukan hanya mengaku percaya dan mengimani Yesus Kristus akan tetapi dalam hidup mereka sebagai orang yang percaya tidak menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus sendiri.
III.3 Berita bagi pembaca masa kini
Baiklah kita sebagai orang Kristen masa kini saling menghargai dan saling menerapkan kasih terhadap sesama kita manusia, sekalipun kita berbeda latar belakang agama, suku bangsa, dan bahasa. Sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus kita harus melalui jalan-jalan yang kadang kala tidaklah menyenangkan akan tetapi jalan yang kita tempu jika kita tetap bersama Yesus maka jalan itu akan menuntun kita kepada kehidupan yang kekal.
            Dalam jaman modern saat ini sudah banyak pengajaran yang menyimpang dengan ajaran Kristiani. Banyak orang-orang yang menyerukan suara keTuhanan akan tetapi dengan maksud dan tujuan bukan untuk memuliakan dan memberitakan Injil tetapi untuk mencari keuntungan belaka. Nabi-nabi palsu jaman sekarang bukan hanya orang-orang yang memberitakan berita yang lain dengan ajaran Kristiani akan tetapi, sekalipun orang-orang yang menyampaikan tentang Injil sendiri dan tidak menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari maka orang-orang itu dapat disebut para nabi palsu. Jika seorang menyampaikan tentang sesuatu yang baik maka hal itu akan tercermin dari perbuatannya dan perilakunya.
            Sekalipun orang-orang yang menyerukan nama Tuhan, menyembuhkan dalam nama Tuhan, mengusir setan dalam nama Tuhan, dan membuat mujizat-mujizat dalam nama-Nya, akan tetapi Allah tidak mengenal orang-orang yang hanya menyerukan nama-Nya saja dan tidak menerapkan FirmanNya dalam kehidupannya. Baiklah kita sebagai orang Kristen jaman sekarang tidak hanya menyerukan nama Tuhan, bersaksi bagi Tuhan dengan perkataan akan tetapi haruslah kita mencerminkannya dalam hidup kita, agar supaya benar-benar kita berbuah dalam Yesus Kristus.
















DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru (TB), Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).
Barclay, William. Pemahaman Alkitab setiap hari Injil Matius pasal 1-10.
            Jakarta. 2012. BPK Gunung Mulia
De Heer. J.J. Tafsiran Alkitab Injil Matius. Jakarta. 1994. BPK Gunung Mulia
Duyverman M.E. Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru. Jakarta. 2013. BPK
            Gunung Mulia
Marxsen Willi. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta. 2014. BPK Gunung Mulia
















Ajaran yang dibawa oleh Yesus adalah ajaran yang disebut baru. Karena Yesus juga menyampaikan hukum tetapi menggunakan kalimat positif (ayat 12), berbeda dengan ajaran-ajaran nabi-nabi yang sering menggunakan kalimat negatif (jangan, jangan, dan jangan).
Pengarang injil ini adalah seorang aktifis di Siria, sangat mungkin dia adalah peniri jemaat di Anthiokia. Yang dilihat sebagai orang yang lain  dari murid Yesus.
Menggunakan kata “KERAJAAN SORGA” karena tradisi Yahudi tentang tidak bisa menyebutkan nama Allah dengan sembarangan jadi tidak bisa mengatakan “KERAJAAN ALLAH”.
Mengapa ajarang dalam Ayat 12 itu dianggap baru ?
-          Karena bagi anggota jemaat yang berlatar belakang Yahudi sesama manusia adalah adalah sesama orang Yahudi (Israel), diluar Yahudi tidaklah dianggap sesama manusia. (ayat ini membongkar pemikiran orang Yahudi yang menganggap bahwa orang Yahudi yang mereka anggap sebagai sesama manusia. Dan di sini ditekankan bahwa sesama manusia adalah semua manusia tidak terkecuali).
Dari ayat 12 ini dapat kita lihat bahwa situasi jemaat di Anthikia yang masih berpengang teguh pada pendapat partiklaristis. Untuk membongkar pemikiran tentang pemahaman “Sesama manusia” menurut orang Yahudi.
Pemikiran tentang pemahaman sesama jaman sekarang !!
Ajaran sesat yang dimaksudkan dalam matius 7 adalah bukan ajaran yang mereka bawa akan tetapi dari ajaran cara hidup dan apa yang mereka sampaikan.
Maitus menulis ini bukan hanya untuk orng Kristen Yahudi akan tetapi untuk orang Kristen non-Yahudi juga atau seluruh anggota jemaat Siria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar