Kamis, 14 Mei 2015

Liturgika - Sejarah Perkembangan Liturgi


Penjelasan untuk setiap unsure dari liturgi di atas.

Votum adalah suatu keterangan khidmat atau janji yang khidmat. Votum disamakan dengan kata-kata pembukaan ketua rapat ketika memulai suatu rapat. Kata pembukaan ketua ini berfungsi menertibkan pertemuan yang tidak teratur menjadi pertemuan yang teratur. Demikian pula votum, melalui ucapan votum pertemuan jemaat menjadi sebuah pertemuan yang teratur. Jadi secara fungsional votum dan kata pembukaan ketua rapat sama tetapi secara derajat votum dan kata pembukaan dari ketua rapat itu
berbeda. Jika kata pembukaan ketua rapat itu berhubungan dengan aspek horizontal dari peserta rapat maka votum lebih dari itu, yaitu menyentuh aspek vertical (hubungan dengan Tuhan) dan horizontal (hubungan dengan jemaat yang hadir). Misalnya ketua rapat memulai rapat dengan mengatakan kata khidmat “saya membuka rapa” atau saudara-saudara kita akan segera memulai rapat kita. Sedangkan Votum “Pertolongan kita ialah dari Tuhan yang menciptakan langit dan bumi” (rumus votum ini menyangkut dengan Tuhan dan umat-Nya yang berkumpul). Dalam votum terletak amanat, kuasa (eksousia) Tuhan Yesus. Segala sesuatu yang menyusul setelah votum semuanya berlangsung dalam nama Tuhan (Lihat rumus votum, Maz.124:8) Jadi maksud votum adalah mengkonstatir hadirnya Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. Maka Gereja mengucapkan votum pada permulaan kebaktian atau votum menjadi unsure pertama dalam ibadah Protestan. Votum hendak menegaskan bahwa berlangsungnya ibadah dari awal sampai akhir ibadah hanya dapat terjadi dalam pimpinan Tuhan. Pendeta dapat memimpin ibadah dan Jemaat dapat berdoa, memuji Tuhan dst dalam ibadah Gereja itu hanya berlangusng karena Tuhan dan bukan kehebatan pendeta atau jemaat (Abineno,2000:2-3)
Salam adalah tanda persekutuan antara yang memimpin ibadah dengan jemaat. Dalam ibadah pelayan memberi salam kepada Jemaat dari mimbar dan jemaat memberi salam kepada pelayan yang sedang di mimbar. Salam adalah tanda persekutuan. Dengan salam ini mau ditegaskan bahwa pemimpin ibadah tidak sendirian dalam ibadah tetapi ia bersama-sama dengan jemaat. Oleh karena itu pengucapan salam juga menunjukkan tanda ikatan emosional antara pemimpin ibadah dan anggota jemaat. Rumus salam seperti dalam: Rom. 1:7; 2 Tim.1:2; 2 Kor.13:13 (Abineno, 2000:8)
Introitus terdiri dari nyanyian masuk dengan atau tanpa nas pendahuluan yang dinyanyikan oleh jemaat dan bukan oleh Paduan suara atau vokal group. Ada Gereja yang menggantikan introitus dengan nats pembimbing. Baik introitus maupun nats pembimbing selalu dihubungkan dengan tahun Gerejawi atau nats khotbah.(Abinen0, 2000:14-15)
Pengakuan dosa. Dalam Missale Romanum diinformasikan bahwa sejak abad ke 10 terdapat kebiasaan imam ketika sampai dekat mesbah, imam tunduk menyembah dan mengaku dosanya kepada Tuhan. Ketika unsure Pengakuan dosa dan pemberitaan anugerah diteruskan dalam ibadah Protestan maka dua unsure ini dirubah yaitu pengakuan dosa dan permohonan pengampunan dosa dijadikan sebagai akta jemaat. Dengan kata lain Gereja Reformasi meneruskan pemakaian pengakuan dosa (Confiteor) dan permohonan pengampunan (absolusi) dalam ibadah yang dilakukan oleh jemaat kepada Tuhan dan bukan hanya oleh imam atau pendeta. Jadi dalam ibadah Protestan, pengakuan dosa dan permohonan pengampunan dirubah dan dijadikan menjadi akta jemaat. (Abineno, 2000:170
Hukum yang dimaksud disini adalah pembacaan 10 hukum Taurat dalam ibadah Gereja
Gloria Kecil, Kyrie Eleison dan Nyanyian Pujian. Gloria kecil adalah sebuah nyanyian: Hormat bagi Bapa serta Anak dan RohKudus, seperti pada permulaan, sekarang ini dan selama-lamanya. Amin. Kyrie Eleison (Tuhan Kasihanilah) adalah suatu doa yang terkenal di bangsa-bangsa kafir di Mesir, Asia Kecil, Konstantinopel, Yunani, Roma dll) yang kemudian diambil alih oleh jemaat dalam liturgy mereka. Unsur ini semakin lama semakin hilang dalam liturgy ibadah Gereja Calvinis. Nyanyian Pujian adalah penyembahan atau penghormatan kepada Allah atau suatu worship dimana jemaat sekarang mendapat bagian di dalam kidung pujian, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Wahyu. (Abineno, 2000:34-36,40).
Doa Pembacaan Alkitab dan Khitbah. Dalam ibadah Protestan, pembacaan Alkitab dan Renungan mendapat tempat yang sentral atau mendapat porsi waktu yang cukup lama dari unsure-unsur lainnya karena ibadah Protestan sentralnya adalah Firman Tuhan (Sola Skriptura). Dalam Bacaam Alkitab itulah tercermin bagaimana Tuhan bertemu dengan umat-Nya. Tetapi karena sabda Tuhan itu ditulis dalam budaya (Ibrani dan Yunani) maka perlu diberi penjelasan atau homilia sehingga jemaat mengerti Tuhan yang berbicara kepada-Nya. Atau Tuhan yang dijumpai di Ibadah Gereja. Supaya isi Alkitab yang dibacakan dapat dimengerti maka perlu berdoa mohon pencerahan Roh Kudus.
Pengakuan Iman. Ada Gereja yang memakai pengakuan iman sebagai unsure liturgy tetapi ada pula Gereja yang tidak memakainya dalam liturgy ibadah. Sejak semula pengakuan iman erat hubungan dengan orang yang dibaptis. Pada acara baptisan, sang calon baptisan menjawab soal-soal yang berhubungan dengan pengakuan imannya. Misalnya: Uskup, percayakan engkau kepada Allah, Bapa Yang Mahakuasa- orang yang dibaptis menjawab: aku percaya (sesudah itu ia diselamkan) dst. Pada abad ke-5 pengakuan iman mulai dipakai dalam ibadah Jemaat di sebelah Timur (Antiokhia dan Konstantinopel). Kemudian dipakai di Gereja Barat di misa Romawi pada tahun 1014. Di Gereja Barat, pengakuan iman ditempatkan setelah khotbah dan permulaan ibadah Perjamuan Kudus. Seterusnya dalam Gereja Roma sekarang pemakaian Pengakuan Iman setelah Khotbah. Gereja Reformasi juga memakai pengakuan iman dalam tata ibadah jemaat dengan urutan yang tidak sama, ada Gereja yang sebelum khotbah tetapi ada pula yang melakukannya setelah khotbah. Hal ini bergantung dari tujuan pengakuan iman tersebut. Pengakuan iman yang biasa dipakai adalah: Pengakuan Iman Rasuli (PIR), Pengakuan Iman Nicea ( PIN), Pengakuan Iman Athanasius.
Doa Syafaat. Tempatnya dalam ibadah Jemaat biasanya sesudah khotbah. Isi doa syafaat adalah untuk orang lain: Gereka, Pemerintah dll. Sikap doa syafaat: ada yang menyatakan sebaiknya doa syafaat dilakukan dengan sikap berlutut, yaitu sikap penyembahan jiwa manusia dihadapan kebesaran Allah (Kuyper). Ada yang menyatakan doa syafaat dilakukan dengan sikap berlutut bagi anggota jemaat ditempatnya masing-masing, sedangkan pelayan di depan meja atau mimbar (Van der Leeuw). Yang lain menyatakan doa syafaat dilakukan dengan sikap berdiri (Golterman) namun akan sangat melelahkan jika doanya panjang. Ada pula yang mengusulkan sikap duduk lebih baik karena menyatakan keakraban, kerendahan hati dan konsentrasi (Abineno, 2000:86-91)
Pemberian Jemaat adalah syukur jemaat kepada Tuhan atas berkat yang Tuhan berikan kepada Jemaat. Jadi persembahan adalah pernyataan syukur kepada tuhan. Tempatnya setelah Khotbah. Karena persembahan adalah respon umat terhadap Tuhan yang telah memberkatinya.
Berkat. Biasanya melalui penumpangan tangan. Penumpangan tangan disini hanya bersifat symbol yaitu berkat. Tuhan sendirilah yang memberkati anggota jemaat. Sedangkan penumpangan tangan adalah symbol tentang berkat dimaksud. Rumus berkat: Bil. 6:22-27; II Kor. 13:13; Bil.6:24-26 dan ayat-ayat lainnya dalam Alkitab.
Berbagai unsure liturgi yang diuraikan di atas, ada yang memeakai secara keseluruhan tetapi ada pula yang tidak seluruhnya, hanya unsure-unsur tertentu yang dipakai dalam ibadah jemaat pada setiap hari Minggu. Misalnya ada Gereja yang tidak memakai kata Votum tetapi menggunakan kata-kata pembukaan dalam memulai suatu ibadah. Sebenarnya kata-kata pembukaan, entah oleh WL atau MC dalam suatu ibadah dan rumus votum yang diucapkan oleh pelayan dalam ibadah Gereja sama esensinya. Tetapi secara Teologis makna rumus votum (Pertolongan kita ialah dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi) lebih dalam makna teologisnya dari pada kata-kata pembukaan oleh MC dll, kecuali MC membuat kata-kata pembukaan yang maknanya sama dengan rumus votum tersebut di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar